RingkasanCerpen Robohnya Surau Kami A.A. Navis (1-7) Cerpen 1. Robohnya Surau Kami. Kakek, begitu orang-orang di kampung itu memanggilnya.Beliau adalah seorang garin di sebuah surau tua. Kakek hidup seorang diri,tanpa istri,anak,dan sanak saudara.Beliau adalah muslim yang taat. Hidupnya selalu diisi dengan beribadah. ï»żmemahamiisi cerita tersebut dan dapat menjadikannya sebagai bahan pertimbangan untuk pembelajaran dalam kehidupan Contoh Cerpen Lucu tentang Anjing dan Analisis Unsur April 21st, 2019 - Ya karena kita cerpen lucu singkat dan unsur intrinsiknya maka kita akan mengkaji lebih jauh mengenai berbagai unsur yang ada dalam karya berjudul “anjing Cerpenberjudul Robohnya Surau Kami merupakan sebuah prosa karya A.A. Navis. Sebuah cerpen yang bercerita tentang hakikat dan tujuan hidup manusia yang dikemas dalam sebuah wadah yang terbungkus secara rapi dalam bentuk komedi yang serius. Cerpen Robohnya Surau Kami bagi saya merupakan cerpen yang syarat akan makna dan pesan moral. Vay Tiền Nhanh. Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Cerita pendek “Robohnya Surau Kami” merupakan salah satu karya terkenal dari seorang sastrawan asli Minangkabau yaitu Ali Akbar Navis atau yang dikenal dengan nama Navis. Cerita pendek “Robohnya Surau Kami” ini diterbitkan pada tahun 1955 oleh PT Gramedia Pustaka Utama. Berkat cerpen ini, Navis mulai dikenal di dunia sastra di “Robohnya Surau Kami” ini menceritakan seorang garin surau atau penjaga surau yang biasa dipanggil Kakek. Ia hidup sebatang kara dan hidup dari pemberian orang lain. Sejak muda ia telah mengabdi untuk menjaga surau, bahkan ia tidak memiliki istri dan anak. Yang ia lakukan hanya beribadah kepada Tuhan. Sampai disaat tokoh Ajo Sidi yang dikenal sebagai Si Pembual’ datang kepada si Kakek untuk berbincang mengenai kisah Haji Saleh yang diakhirat dikisahkan masuk neraka. Kisah yang disampaikan Ajo Sidi membuat Kakek gusar. Dalam kisahnya, Haji Saleh dimasukan ke neraka. Haji Saleh merasa tidak terima masuk ke dalam neraka karena menurutnya ia adalah orang yang rajin beribadah dan bahkan tidak pernah meninggalkan kewajiban dari tuhannya. Kemudian Haji Saleh dan teman-temannya yang juga dimasukan kedalam neraka datang menuntut kepada Tuhan atas semua ibadah yang dilakukannya. Alasan mengapa Haji Saleh dan teman-temannya dimasukan kedalam neraka tak lain karena selama hidupnya, Haji Saleh hanya memikirkan masalah akhirat tanpa menyeimbangkan dengan hal duniawi. Bahkan harta bendanya pun ia tidak peduli, yang Haji Saleh pikirkan hanyalah beribadah kepada Tuhan. Hingga anak cucunya hidup melarat walaupun pintar dalam urusan agama. Hal yang Haji Saleh pikirkan bagaimana kehidupannya di akhirat dan tidak sedikit pun memikirkan kehidupan keturunannya dalam kemelaratan. Karena itulah Tuhan memasukkan Haji Saleh ke dalam mendengar cerita dari Ajo Sidi mengenai Haji Saleh. Kakek Garin ini bimbang dan gusar. Memikirkan selama hidupnya ia melakukan hal yang sia-sia hanya beribadah kepada Tuhan tanpa berusaha di dunia. Kakek Garin tertekan dan tidak kuat memikirkan cerita dari Ajo Sidi tersebut. Keesokan harinya Kakek Garin ditemukan meninggal dengan menggorok lehernya dengan pisau cukur. Kematian Kakek ini sangat mengejutkan masyarakat sekitar, namun Ajo Sidi menyikapinya dengan membelikan 7 lapis kain kafan dan pergi untuk bekerja. Pada cerpen Robohnya Surau Kami ini memberikan pelajaran bahwa pentingnya melaksanakan kehidupan dunia dan kehidupan akhirat. Seperti yang dikatakan dalam Hadist Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar yang artinya “ Bekerjalah untuk duniamu seakan-akan engkau akan hidup selamanya, dan bekerjalah untuk akhiratmu seakan-akan engkau akan mati esok pagi”. Dalam hadist ini dapat disimpulkan kita bekerja untuk mendapatkan keperluan duniawi seperlunya sehingga kita diajak berpikir untuk hidup selamanya, dan beribadah semaksimal mungkin seperti tidak ada hari lain untuk beribadah kepada Tuhan. Namun pada kehidupan masyarakat saat ini, tidak hanya banyak orang yang hanya mementingkan kehidupan duniawi-nya tanpa memikirkan akhiratnya. Namun juga ada sebagian orang yang hanya mementingkan kehidupan akhiratnya saja yang tanpa mementingkan kehidupan dunianya. Seperti yang digambarkan pada cerpen Robohnya Surau Kami ini. Orang yang tidak menikmati kenikmatan duniawi yang telah diciptakan sedemikian rupa oleh Tuhannya, dan tidak peduli terhadap anak istri serta lingkungannya, cukup banyak terjadi di masyarakat dewasa lain yang terjadi di lingkungan tempat tinggal penulis sempat didatangi oleh sekelompok orang yang meninggalkan dunianya dan berfokus kepada akhirat. Sekelompok orang ini terdiri oleh orang orang biasa dan bahkan ada diantaranya orang-orang yang bekerja sebagai pegawai, pekerja bank yang meninggalkan pekerjaannya demi mengejar akhirat. Hal yang mereka lakukan adalah hanya mengaji, berzikir dan biasanya setelah sholat, mereka berkumpul dan seorang kepala dari kelompok tersebut akan memberikan ceramah kepada anggota kelompoknya yang lain. Bahkan tak jarang mereka juga mendatangi rumah-rumah masyarakat untuk mendakwahkan atau memberikan pelajaran-pelajaran mengenai agama. Namun , bagi sebagian orang hal ini mungkin sedikit menganggu. Karena bisa saja kelompok ini membawa pengaruh terhadap orang yang mendengar untuk ikut meninggalkan segala urusan dunia dan ikut kelompok tersebut untuk mengejar akhirat. ada salah seorang dari anggota kelompok tersebut yang sebelumnya keluar dari pekerjaanya dan mengejar urusan akhirat, kembali bekerja kantoran seperti sebelumnya. Hal ini dapat terjadi jika dia memiliki akal yang panjang dan iman yang kuat sehingga ia dapat memperbaiki diri dan mulai berusaha menyeimbangkan urusan dunia dan urusan akhirat sebagaimana yang diperintahkan Tuhan, berbanding terbalik dengan yang dilakukan tokoh Kakek Garin di cerpen Robohnya Surau Kami yang langsung putus asa dan memutuskan untuk mengambil jalan pintas yaitu menggorok lehernya sendiri dengan pisau cukur. Lihat Pendidikan Selengkapnya 1. Sinopsis Cerpen “Robohnya Surau Kami” ini bercerita tentang seorang kakek yang hidupnya dihabiskan sebagai seorang penjaga surau Garin. Namun, karena suatu peristiwa, kakek penjaga surau itu meninggal bunuh diri dengan sangat mengenaskan. Penyebab tertekannya kondisi psikologis dari kakek penjaga surau itu sehingga nekat bunuh diri hanyalah sebuah cerita dari Ajo Sidi yang sedikit banyak sangat menyentuh kakek tersebut. Pada awalnya, surau yang dijaga oleh kakek adalah sebuah surau yang sangat teduh dan nyaman untuk bersembahyang. Keadaan begitu terbalik saat kakek penjaga surau itu telah meninggal dunia. Surau tersebut menjadi sebuah surau tua yang tidak lagi terawat dan sangat usang. Surau itu berubah menjadi tempat bermain anak-anak, dan yang lebih parah, bilik serta lantai kayu surau itu dijadikan sebagai persediaan kayu bakar bagi penduduk sekitar. Hal tidak mengenakkan ini berawal dari cerita Ajo Sidi tentang seorang yang di dunia taat beragama, yaitu Haji Saleh. Dalam cerita Ajo Sidi, Haji Saleh adalah seorang yang taat menjalankan agama. Pada saat meninggal dunia, Haji Saleh serta orang-orang lainnya sedang menunggu giliran di akhirat untuk menerima penghakiman Tuhan untuk dimasukkan ke neraka atau ke surga. Saat gilirannya tiba, Haji Saleh tanpa rasa takut menjawab pertanyaan Tuhan tentang apa saja yang dilakukannya di dunia pada masa hidupnya. Haji Saleh dengan percaya diri berkata bahwa pada saat ia hidup di dunia, yang dilakukannya adalah memuji dan menyembah Tuhan, serta menjalankan ajaran agama dengan taat. Namun, Tuhan tidak memasukkan Haji Saleh ke surga, melainkan ke neraka. Di neraka, Haji Saleh bertemu juga dengan teman-temannya di dunia yang ibadahnya juga tidak kurang dari dirinya, bahkan ada juga orang yang sampai bergelar syekh. Akhirnya, karena tidak terima dengan keputusan Tuhan, orang-orang di neraka yang menganggap dirinya tidak pantas dimasukkan ke neraka itu melakukan aksi unjuk rasa kepada Tuhan. Haji Saleh yang menjadi pemimpin dan pembicara bagi mereka. Sekali lagi, Tuhan menanyakan kepada mereka apa yang telah mereka lakukan di dunia. Mereka menjawab bahwa mereka semua adalah warga negara Indonesia yang taat beragama dan negaranya sangat kaya akan sumber daya alam, namun hasilnya sering di ambil oleh pihak asing. Lalu Tuhan menjawab kepada mereka, bahwa mereka semua hanya mementingkan diri mereka sendiri, karena selama hidup mereka hanya berdoa dan menyembah-Nya, tetapi tidak mempedulikan keadaan sekitar, sehingga banyak kekayaan negara mereka sendiri yang diambil oleh pihak asing, sedangkan anak cucu mereka sendiri hidupnya kekurangan. Dari cerita Ajo Sidi itu, mungkin kakek penjaga surau itu merasa tersinggung dan terpukul. Karena selama hidupnya, kakek itu hanya menyembah dan memuji Tuhan, sampai-sampai tidak memiliki istri serta anak cucu. Kakek itu kemudian merasa marah dan tertekan lalu akhirnya memutuskan untuk bunuh diri. 2. Kajian Unsur-Unsur Intrinsik Sebenarnya dari sinopsis di atas kita telah dapat menangkap secara jelas tema cerita dari “Robohnya Surau Kami” ini. Tema dari cerita ini adalah hidup yang dikehendaki Tuhan. Hidup yang dikehendaki Tuhan bukan saja hidup dengan menyembah dan memuji nama-Nya terus menerus dan menjalankan perintah agama dengan baik, melainkan juga hidup yang peka dengan keadaan sekitar. Karena beribadah saja tidaklah cukup. Beribadah harus dibarengi dengan kerja keras dan peduli akan keadaan sekitar khususnya anak cucu, keluarga, serta semua orang di sekitar kita. Seperti yang kita ketahui bersama, bahwa menyembah dan memuji Tuhan serta nemnjalankan ajaran agama dengan taat bukanlah hal yang salah. Namun, terkadang manusia menjalankan ibadah dengan baik hanya supaya dirinya dapat masuk ke surga pada saat ia meninggal dunia. Hal tersebut sebenarnya adalah pemikiran yang sangat egois, dan dalam cerita “Robohnya Surau Kami” ini, Tuhan tidak suka akan manusia yang hidupnya hanya mementingkan diri sendiri. “Imbangilah ibadahmu yang baik dengan kerja keras untuk menyejahterakan hidupmu serta hidup keluarga, saudara, dan semua orang disekitarmu”, mungkin itulah pesan yang ingin disampaiakan oleh penulis melalui cerpen “Robohnya Surau Kami” ini. Cerpen karya Navis ini bersetting tempat di sebuah desa kecil, dimana dalam desa tersebut terdapat sebuah surau yang awalnya sangat teduh dan nyaman untuk beribadah, namun kini menjadi sangat usang karena telah ditinggalkan oleh sang penjaga surau. Keusangan surau itu melambangkan kemasabodohan manusia yang tidak mau lagi memelihara apa yang tidak dijaga lagi, seperti dalam kutipan cerpen berikut “Jika tuan datang sekarang, hanya akan menjumpai gambaran yang mengesankan suatu kesucian yang bakal roboh. Dan kerobohan itu kian hari kian cepat berlangsungnya. Secepat anak-anak berlari di dalamnya, secepat perempuan mencopoti pekayuannya. Dan yang terutama ialah sifat masa bodoh manusia sekarang, yang tak hendak memelihara apa yang tidak dijaga lagi.” Selain itu, cerpen ini juga bersetting tempat di akhirat dan neraka. Akhirat adalah tempat dimana Haji Saleh menunggu gilirannya untuk diadili Tuhan dalam cerita Ajo Sidi. Dan neraka adalah tempat bertemunya Haji Saleh dengan orang-orang yang taat beribadah lainnya, sehingga mereka melakukan unjuk rasa kepada Tuhan karena merasa tidak terima diri mereka dimasukkan ke neraka. Dari segi penokohan, cerpen ini memuat tokoh-tokoh yang cukup sederhana namun dapat menunjukkan kekuatan dan ciri karakter tokohnya masing-masing. Terdapat empat tokoh yang muncul dalam cerpen ini, yaitu kakek, aku, Ajo Sidi, Haji Saleh, istri tokoh aku, dan istri Ajo Sidi. Kakek adalah tokoh utama protagonis dalam cerpen ini. Tokoh kakek digambarkan sebagai seorang tua penjaga surau yang sangat taat dalam menjalankan ajaran agama. Ia memberikan seluruh hidupnya hanya untuk beribadah dan menjaga surau tersebut. Kakek adalah orang yang sangat sederhana dan tidak pernah hidup berlebihan. Kehidupannya hanya ditopang dengan pemberian sukarela dari penduduk setempat ataupun yang berkunjung ke surau yang dijaganya itu. Namun sayang, tokoh kakek memiliki kondisi psikologis yang kurang kuat. Saat Ajo Sidi menceritakan cerita tentang Haji Saleh, tokoh kakek langsung hancur keteguhan hatinya. Kakek merasa bahwa semua yang dikorbankannya dalam hidupnya hanya untuk beribadah, menurut cerita Ajo Sidi, semuanya tidaklah benar-benar sesuai dengan kehendak Tuhan. Tokoh kakek yang merasa semua pengorbanannya tidak berguna, merasa marah kepada Ajo Sidi, walaupun kakek menyangkalnya saat ditanya oleh tokoh aku. Namun menurut saya sendiri, tokoh kakek sebenarnya marah kepada dirinya sendiri, karena ia ternyata telah salah. Kakek mengorbankan hidupnya untuk sesuatu yang sebenarnya tidak terlalu dikehendaki oleh Tuhan. Sehingga akhirnya kakek memutuskan untuk bunuh diri. Selanjutnya, terdapat tokoh aku yang berkedudukan sebagai deutragonis tokoh yang berpihak pada protagonis. Tokoh aku ini memiliki kepribadian yang menurut saya masih sangat kekanak-kanakan. Ia memiliki rasa ingin tahu yang sangat besar dan masih cenderung mengikuti emosinya saat bertindak dan berpikir, tanpa menimbang masak-masak mana yang seharusnya dilakukan atau dan tidak dilakukan. Misalnya saat mendengar berita bahwa kakek telah meninggal, tokoh aku secara emosional langsung menganggap bahwa Ajo Sidi-lah yang bersalah, seperti terlihat dalam kutipan dialog antara berikut “Ya. Tadi subuh kakek kedapatan mati di suraunya dalam keadaan yang sangat mengerikan sekali. Ia menggorok lehernya sendiri dengan pisau cukur” “Astaga! Ajo Sidi punya gara-gara,” kataku seraya cepat-cepat meninggalkan istriku yang tercengang-cengang. Tokoh selanjutnya yang muncul dalam cerita ini adalah Ajo Sidi. Ajo Sidi merupakan tokoh antagonis dalam cerita ini. Ia yang menceritakan kisah tentang Haji Saleh yang membuat kakek sangat terpukul dan akhirnya bunuh diri. Ajo Sidi sebenarnya memiliki watak yang baik, yakni sering mengingatkan para tokoh masyarakat yang hidupnya dirasa kurang baik. Ajo Sidi suka menyindir orang lain dengan menggunakan cerita-cerita perumpamaan. Banyak pula masyarakat yang terpengaruh oleh ceritanya, karena dianggap sangat “mengena”. Haji Saleh merupakan tokoh rekaan dari Ajo Sidi. Ajo Sidi menggunakan karakter Haji Saleh untuk menggambarkan orang-orang yang telah merasa dirinya adalah orang yang sangat dikehendaki oleh Tuhan, banyak pahala, dan telah melaksanakan semua ajaran agama dengan taat. Hal itu membuat Haji Saleh bersikap sombong pada saat menunggu pengadilan Tuhan. Ia mencibir kepada orang-orang yang dimasukkan ke neraka, dan melambai senang kepada orang yang masuk ke surga. Padahal, dirinya sendiri dimasukkan ke neraka oleh Tuhan karena hidupnya dianggap terlalu egois dan tidak memedulikan kesejahteraan orang-orang disekelilingnya. Tokoh selanjutnya yang terdapat dalam cerita ini adalah istri dari tokoh aku serta istri dari Ajo Sidi. Namun, kehadiran dua tokoh itu tidak terlalu penting dalam cerita ini, karena kehadirannya yang hanya sebagai pelengkap dan hanya muncul sebentar di dalam cerita ini, sehingga saya tidak akan membahasnya. Selanjutnya cerita ini memiliki alur maju mundur. Hal ini terjadi karena dipertengahan cerita, tokoh kakek menceritakan kembali tentang kejadian Ajo Sidi yang bercerita tentang Haji Saleh. 3. Kesimpulan Secara umum, cerpen “Robohnya Surau Kami” karya Navis ini memiliki cerita yang sangat unik dan menarik. Cerita ini dikemas secara sederhana, tetapi penuh makna dan kritik atas kehidupan manusia pada jaman modern ini. Di mana manusia berlomba-lomba untuk memnuhi kepentingannya sendiri, bahkan dalam masalah agama. Manusia menjalankan agamanya dengan baik dan taat hanya agar dirinya dapat masuk surga. Manusia memuji Tuhannya tidak lagi dengan hati yang tulus karena mencintai-Nya, melainkan hanya agar memperoleh pahala dan semakin mudah jalannya untuk masuk ke surga. Sangat mengenaskan dan memprihatinkan memang, tapi itulah kenyataan pada masa kini yang berhasil ditangkap oleh Navis dan dituangkankannya ke dalam cerita ini.

ringkasan cerita robohnya surau kami